Liputan Surabaya – Banjarnegara, Dari sebuah bengkel sederhana di sudut kampung, seorang pria asal Banjarnegara membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berinovasi. Dengan tangan dan keterampilan otodidak, ia berhasil menciptakan sebuah mesin yang mampu mengubah sampah plastik menjadi biji plastik bernilai ekonomis.
Mesin rakitannya tidak tampak megah. Terbuat dari besi bekas, motor penggerak sederhana, serta pipa-pipa yang dirangkai secara mandiri. Namun, hasilnya sungguh mengejutkan: plastik sekali pakai yang semula dianggap sampah tak berguna, keluar sebagai butiran kecil berwarna bening yang laku dijual ke pabrik daur ulang.
โSemua saya pelajari sendiri, dari membaca buku bekas sampai menonton video di internet. Tidak ada bantuan, apalagi pelatihan. Hanya niat agar sampah plastik ini tidak menumpuk,โ ujarnya saat ditemui tim redaksi di bengkel kerjanya.
Solusi Nyata dari Akar Rumput
Di tengah semakin parahnya persoalan sampah plastik nasional โ Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat Indonesia menghasilkan lebih dari 12 juta ton sampah plastik per tahun โ inovasi ini sebenarnya menjadi jawaban yang ditunggu-tunggu.
Dengan kapasitas mesin yang ia buat, dalam sehari pria Banjarnegara tersebut dapat mengolah ratusan kilogram plastik rumah tangga. Hasil biji plastiknya bahkan sudah diminati pengepul kecil yang memasok ke industri. โBiji plastik dari mesin ini kualitasnya bagus, bisa langsung diproses jadi bahan baru. Mestinya pemerintah dukung penuh,โ kata Suyatno, salah satu pengepul yang rutin membeli hasil produksinya.
Dari Kreativitas ke Kriminalisasi
Sayangnya, inovasi serupa di berbagai daerah sering kali tidak berumur panjang. Alih-alih mendapat dukungan, tidak sedikit penemu rakyat kecil justru menghadapi jalan buntu. Ada yang dipersoalkan soal izin usaha, ada pula yang dituduh menggunakan alat ilegal hingga berujung pada penangkapan.
โNegeri ini ironis. Rakyat berkreasi untuk mengatasi masalah lingkungan, tetapi malah dicurigai dan dipersulit. Sementara pejabat sibuk dengan proyek besar yang kadang hanya menguntungkan kelompok tertentu,โ ungkap seorang aktivis lingkungan Banjarnegara yang enggan disebut namanya.
Hal ini menimbulkan kekecewaan mendalam di masyarakat. Mereka menilai pemerintah seakan hanya mendukung inovasi yang datang dari kalangan berduit atau perusahaan besar, sementara penemu dari akar rumput dianggap tak layak diperhitungkan.
Potensi yang Terabaikan
Pengamat lingkungan dari Universitas Jenderal Soedirman, Dr. Endah Puspitasari, menilai kasus ini hanyalah satu dari sekian banyak contoh bagaimana potensi lokal kerap dipandang sebelah mata.
โKalau pemerintah serius, penemu seperti ini bisa diberi wadah, misalnya inkubasi teknologi ramah lingkungan atau dukungan perizinan. Bayangkan jika tiap kabupaten punya satu mesin seperti ini, berapa banyak sampah plastik yang bisa ditekan,โ ujarnya.
Endah menambahkan, pemberdayaan masyarakat melalui teknologi sederhana seharusnya menjadi prioritas, karena permasalahan sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan persoalan bersama yang harus diselesaikan dengan melibatkan warga.
Antara Harapan dan Hambatan
Meski penuh keterbatasan, sang inovator Banjarnegara ini tetap melanjutkan karyanya. Setiap hari ia menerima tumpukan sampah plastik dari tetangga yang sengaja mengumpulkannya. โSaya tidak berharap banyak, cukup ada pengakuan bahwa ini berguna. Kalau bisa dibantu, saya yakin banyak orang lain bisa meniru dan melakukannya,โ katanya.
Namun, tanpa dukungan kebijakan, masa depan inovasi ini masih tanda tanya. Akankah mesin ciptaan rakyat kecil ini benar-benar dimanfaatkan untuk mengurangi beban sampah, atau justru akan kembali tenggelam oleh birokrasi dan kepentingan pejabat yang disebut warga โbobrok dan korupโ?
Sementara itu, tumpukan sampah plastik di TPA terus menggunung, dan waktu terus berjalan.
Pewarta : Musthofa