🄻🄸🄿🅄🅃🄰🄽 🅂🅄🅁🄰🄱🄰🅈🄰 Neͤws͛ – SURABAYA, Di gang sempit yang dihiasi umbul-umbul hijau dan putih, sabtu malam itu (4/10/2025), aroma dupa dan wangi bunga melati bercampur dengan suara lantunan sholawat yang menggema lembut. Di antara barisan warga yang duduk bersila di atas tikar pandan, tampak puluhan anak mengenakan pakaian putih bersih, sebagian berpeci, sebagian lagi berkerudung sederhana. Mereka adalah 40 anak yatim yang menjadi tamu istimewa di acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar oleh warga Pengampon RT 10, Kelurahan Bongkaran, Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya.
Acara yang dipimpin oleh Pak RT Su’eb ini bukan sekadar peringatan keagamaan, melainkan sebuah momen yang mengikat hati — antara yang memberi dan yang menerima, antara warga dan anak-anak yatim, antara dunia dan doa. Tema yang diangkat, “Meneruskan Jejak Rasulullah untuk Meraih Hidup Berkah,” terasa begitu hidup malam itu.
( Kebersamaan di Bawah Cahaya Lampu Jalan )
Sekitar pukul delapan malam, suasana berubah syahdu ketika grup hadrah Al Ahyar Kedung Tarukan mulai menabuh rebana, melantunkan sholawat dengan irama yang menggugah. Beberapa warga meneteskan air mata, larut dalam suasana spiritual yang kental.
“Kalau setiap malam bisa seperti ini, rasanya kampung kita damai terus,” ujar Linda Safitri (35), salah satu warga yang ikut menyiapkan hidangan untuk para tamu. Ia bercerita bahwa warga sudah bergotong-royong sejak siang hari — memasang tenda, menyiapkan konsumsi, hingga mengatur tempat duduk anak-anak yatim.
Di barisan depan, tampak Rafi (10 tahun) dan Nadia (8 tahun) duduk berdampingan, memeluk bingkisan berisi alat tulis dan paket sembako. Senyum mereka malu-malu, namun matanya berbinar saat mendengar lantunan sholawat.
> “Saya senang bisa ke sini. Tadi dikasih makanan, terus nanti katanya dapat hadiah juga,” ujar Rafi polos, seraya menatap teman-temannya yang asyik mendengarkan ceramah.
( Tausiyah yang Menyentuh Hati )
Ketika mikrofon diserahkan kepada KH. Hunaini Al Ghozali, S.Ag., suasana hening seketika. Dengan suara lembut namun tegas, beliau mengingatkan warga tentang pentingnya kasih sayang terhadap anak yatim — sebagaimana teladan Rasulullah SAW.
> “Barang siapa mengusap kepala anak yatim dengan kasih sayang, maka setiap helai rambut yang disentuhnya menjadi pahala di sisi Allah,” ucapnya.
“Rasulullah adalah bapak bagi anak-anak yatim. Maka siapa pun yang meneladani beliau, sesungguhnya telah menyalakan cahaya rahmat di tengah masyarakat.”
Para jamaah menunduk khidmat. Beberapa anak-anak menatap ustaz itu dengan mata besar yang berbinar — seakan mengerti bahwa malam ini, merekalah yang sedang dirangkul oleh kasih yang diajarkan Rasulullah.
( Senyum dari Ketua RT dan Ucapan Terima Kasih )
Usai ceramah, Pak RT Su’eb maju ke depan. Dengan wajah tenang dan suara bergetar, ia menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada seluruh warga dan pihak-pihak yang telah membantu terselenggaranya acara.
> “Kami ingin acara ini menjadi pengingat bahwa hidup yang berkah bukan hanya dari apa yang kita punya, tapi dari apa yang kita bagikan,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Ketua PAC Pabean Cantikan PDI Perjuangan M. Ashari, RTMC Dirlantas Polda Jatim, Polrestabes Surabaya, serta Samsat Sidoarjo Kota, Krian, Surabaya Selatan, Barat, dan Utara, yang telah berpartisipasi dan memberikan dukungan penuh.
Di belakang panggung sederhana itu, beberapa anggota panitia tampak sibuk membagikan amplop santunan. Anak-anak yatim satu per satu maju, menunduk, dan mencium tangan para panitia. Sementara warga menatap dengan haru, sebagian meneteskan air mata tanpa suara.
( Makna yang Tak Tergantikan )
Malam itu bukan hanya tentang pemberian materi. Lebih dari itu, acara ini menjadi ruang bagi warga untuk menyalakan kembali empati yang mulai redup di tengah kesibukan kota. Mas Dafit Musonif, pembawa acara sekaligus penggerak kegiatan, menyebut bahwa kegiatan ini sudah direncanakan sejak jauh hari sebagai bagian dari tradisi kampung.
> “Kami ingin setiap Maulid Nabi bukan hanya diramaikan dengan tenda dan sholawat, tapi juga ada makna yang terasa — terutama bagi anak-anak yatim,” katanya.
“Melihat mereka tersenyum, itu sudah lebih dari cukup. Karena di balik senyum itu, ada doa yang akan kembali kepada kita semua.”
( Doa di Akhir Malam )
Menjelang pukul sepuluh malam, doa penutup dipimpin oleh KH. Hunaini Al Ghozali. Seluruh hadirin menadahkan tangan tinggi-tinggi. Di antara mereka, suara anak-anak ikut berdesir, lirih namun tulus.
Ketika doa selesai, warga saling bersalaman. Anak-anak yatim berpamitan satu per satu, membawa pulang bingkisan dan amplop kecil — serta kehangatan yang mungkin akan mereka kenang seumur hidup.
Di ujung acara, Pak RT Su’eb menatap warga satu per satu dengan senyum bangga.
> “Inilah semangat yang ingin kami teruskan: guyup, rukun, dan saling peduli. Karena di sinilah berkah sesungguhnya.”
Dan malam itu, di bawah cahaya lampu jalan yang lembut, kampung kecil di Pengampon RT 10 benar-benar memancarkan keindahan yang sederhana — sebuah pelajaran bahwa kebahagiaan sejati sering kali hadir dari memberi, bukan memiliki.
Pewarta : Musthofa