Liputan Surabaya – SURABAYA, Maraknya penarikan kabel internet fiber optik (FO) di Kota Surabaya semakin membuat tata kota terlihat semrawut, terutama di wilayah jalan raya dan permukiman warga. Salah satu lokasi yang menjadi sorotan publik saat ini adalah di wilayah Jalan Karangasem Utara, Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari. Dimana, diduga pemasangan kabel internet oleh provider fiberstar dilakukan tanpa mengantongi izin resmi dari instansi terkait.
โSaat tim media melakukan konfirmasi di lapangan, ditemui oleh RW, RT dan beserta Babinsa sebagai pemangku wilayah.ย Selain itu, awak media juga ditemui oleh salah seorang pengawas lapangan yakni Rici. Saat disinggung terkait izin Utilitas dan Recom Teks dari dinas PU, pengawas tersebut tidak dapat menunjukannya dengan alibi masih dalam proses.
{ Alasan Masih dalam proses pengurusan, Mas,” ujar Rici secara singkat }
โ
Perlu diketahui apabila sebelum pengerjaan pemasangan tiang dan penarikan kabel fiber optik, harus memliki izin resmi dari dinas terkait terlebih dahulu.
Dan โdari hasil investigasi awak media di lapangan, didapati bahwa kabel internet tersebut dipasang dengan cara menumpang pada tiang milik vendor sendiri, tanpa adanya penataan yang rapi.
Hal ini membuat keberadaan kabel FO tampak semrawut dan mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar.
โKeberadaan kabel internet yang dipasang secara sembarangan ini sering kali menjadi polemik lintas sektoral, baik dikalangan masyarakat maupun Pemerintah Kota.
Persoalan ini berkaitan erat dengan aspek legalitas, perizinan, serta potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang seharusnya dapat ditingkatkan.
โDisaat awak media melaporkan terkait penemuan ini ke Kecamatan Tambasari, tidak menunggu lama, laporan awak media di respon cepat oleh Kasi Trantib Bapak Jarot dan anggota satpol pp kecamatan Tambaksari dengan turun ke lokasi untuk meninjau laporan dari awak media.
Akan tetapi sangat di sayangkan, bukan menindak lanjuti laporan dari awak media. Para penegak Perda tersebut berpihak kepada RW maupun RT yangย membiarkan pekerjaan penarikan kabel udara milik Fiberstar yang diduga tidak mengantongi izin resmi dari instansi terkait danย seolah olah menyalahkanย awak media serta membiarkan pekerjaan tersebut.
“Ini wargaku dan saya tidak mengetahui tentang Peraturan Daerah (Perda). Terkait perizinan Jaringan Utilitas, tanyakan hal tersebut ke dinas terkait,” tutur Bapak Jarot selaku Kasi Trantib.
โPerlu dipahami bahwa pelaksanaan dan perluasan jaringan telekomunikasi harus sesuai dengan regulasi. Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2013. Prosedur perizinannya wajib lengkap dan tidak bisa dijalankan secara paralel tanpa dasar hukum yang jelas.
โDisaat itu juga awak media melakukan konfirmasi terkait perizinan ke Bapak Bagas salah satu pihak dinas PU melalui WhatsApp.
“Untuk permohonan izin pemanfaatan termasuk Jaringan Utilitasย tetap melalui SSW Alfa, sama dengan permohonan lainnya,” tegas Bapak Bagas.
Sementata itu, Topan yang merupakan salah satu anggota Ormas โmenyampaikan, kebutuhan akan internet memang tinggi, dan ini mendorong banyak provider menjangkau plosok kota. Tapi kenyataannya, banyak kabel FO yang terpasang asal-asalan dan belum memiliki izin resmi dari dinas terkait.
“Hal ini mengindikasikan adanya upaya dari perusahaan untuk menghindari biaya sosial yang lebih besar,โ ungkap topan salah satu anggota ormas.
โLebih lanjut, Topan menegaskan pentingnya keterlibatan aktif Pemerintah Kota Surabaya melalui dinas-dinas terkait seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kominfo, serta Satpol PP untuk melakukan pengawasan dan penindakan tegas,
โโIni menyangkut potensi PAD yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan daerah. Satpol PP harus lebih sigap dalam menanggapi laporan masyarakat dan media. Jika ditemukan pelanggaran, harus ada tindakan tegas, termasuk pencabutan kabel atau penutupan proyek yang belum berizin,โ tegasnya.
โHingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Fiberstar terkait dugaan penarikan kabel tanpa izin tersebut.
Pewarta: Musthofa